ILMU BUDAYA DASAR
"UPACARA PERNIKAHAN ADAT SASAK"
DISUSUN OLEH:
CHOIRUL KAHFI
MAHSA VEBRYAMA
SHENDY PRAMANTINO
1KA26
Fakultas Ilmu Komputer & Teknologi Informasi
Jurusan Sistem Informasi
UNIVERSITAS GUNADARMA
1. PENGERTIAN DAN TAHAPAN-TAHAPAN
Upacara
pernikahan merupakan satu siklus hidup yang kaya akan makna dan biasa dirayakan
oleh hampir seluruh umat manusia, tak terkecuali juga di wilayah-wilayah
Nusantara. Pun begitu dengan proses-proses menjelang berlangsungnya upacara
akad nikah itu sendiri. Adakalanya, untuk beberapa kebudayaan, terutama di
wilayah Nusantara, proses menuju terlaksananya sebuah perkawinan tidaklah
sedatar yang dibayangkan, melainkan harus melewati beberapa tahapan yang begitu
rumit namun sarat akan makna filosofis berdasarkan kearifan lokal dari daerah
masing-masing.
Salah
satu adat menjelang berlangsungnya prosesi pernikahan yang sangat unik dan
sarat akan makna adalah adat yang terdapat dalam budaya suku Sasak. Dalam
budaya suku sasak, pernikahan dilaksanakan dengan cara menculik si calon istri
oleh calon suami yang disebut dengan istilah kawin culik. Tapi tentu,
penculikan calon istri oleh calon suami ini dilakukan berdasarkan aturan main
yang yang telah disepakati bersama melalui lembaga adat. Mungkin inilah
satu-satunya penculikan di dunia yang dilegalkan dan harus patuh pada aturan
main.
Kawin
culik ini akan berlangsung setelah si gadis memilih satu di antara
kekasih-kekasihnya. Mereka akan membuat suatu kesepakatan kapan penculikan bisa
dilakukan. Perjanjian atau kesepakatan antara seorang gadis sebagai calon istri
oleh penculiknya ini harus benar-benar dirahasiakan, untuk menjaga kemungkinan
gagal ditengah jalannya aksi penculikan tersebab oleh hal-hal seperti dijegal oleh
laki-laki lain yang juga memiliki hasrat untuk menyunting sang gadis. Hal ini
dilakukan misalnya dengan jalan merampas anak gadis ketika ia bersama san calon
suaminya dalam perjalanan menuju rumah calon suaminya. Ini pula sebabnya,
penculikan pada siang hari dilarang keras oleh adat karena dikhawatirkan
penculikan pada siang hari akan mudah diketahui oleh orang banyak termasuk juga
rival-rival dari sang penculik yang juga menghasratkan sang gadis untuk menjadi
istrinya. Disamping merupakan rahasia untuk para kekasih sang dara, penculikan
ini pun harus dirahasiakan dan jangan sampai bocor ke telinga orang tua sang
gadis. Kalau saja kemudian setelah mengetahui orang tuanya tidak setujui
anaknya untuk menikah, di sini orang tua baru boleh bertindak untuk menjodohkan
anak gadisnya dengan pilihan mereka. Keadaan ini yang disebut Pedait.
Meskipun
pada kenyatannya orang tua boleh untuk tidak bersetuju dengan calon
menantunya (yang dalam hal ini lelaki yang menculik anak gadisnya) tapi, untuk
basa-basi sekaligus menghormati perasaan orang tua sang lelaki, perasaan
tersebut sama sekali tak boleh ditunjukan pada saat acara midang. Maka dari
itu, demi menghindari penculikan oleh lelaki yang bukan merupakan calon menantu
yang dikehendaki, begitu mendengar selentingan kabar akan adanya penculikan,
maka biasanya sang gadis dilarikan ke tempat famili calon suami yang jauh dari
desa atau dasan si gadis atau dasan si calon suaminya.
2. SIMBOL-SIMBOL
Dan
karena penculikan anak gadis oleh lelaki yang akan menyuntingnya adalah
satu-satunya perbuatan penculikan yang diperbolehkan adat, maka tentu perbuatan
ini pun mempunyai aturan permainan yang telah di atur oleh adat. Keributan yang
terjadi karena penculikan sang gadis di luar ketentuan adat, kepada penculiknya
dikenakan sangsi sebagai berikut :
Denda
Pati
Denda
Pati adalah denda adat yang harus ditanggung oleh sang penculik atau keluarga
sang penculik apabila penculikan tersebut berhasil tapi menimbulkan keributan
dalam prosesnya.
Ngurayang
Ngurayang
adalah denda adat yang dikenakan pada penculik gadis yang menimbulkan keributan
karena penculikn tidak dengan persetujuan sang gadis. Karena sang gadis tidak
setuju dan sang penculik memaksa maka biasanya penculikan ini gagal.
Ngeberayang
Ngeberayang
adalah denda adat yang harus dibayar oleh sang penculik atau keluarganya
dikarenakan proses penculikan terjadi kegagalan dan terjadi keributan karena
beberapa hal seperti penculikan digagalkan oleh rival sang penculik, dan
sebagainya.
Ngabesaken
Ngabesaken
adalah denda adat yang dikenakan kepada penculik karena penculikan dilakukan
pada siang hari yang pada akhirnya terjadi keributan.
Denda
adat yang harus dibayar tersebut apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran
seperti yang telah dikemukakan di atas adalah dalam bentuk uang dengan nominal
tertentu dan telah diatur oleh adat. Selanjutnya uang denda yang dibayar oleh
penculik yang gagal itu akan diserahkan kepada kampung melalui ketua kerame
yang kemudian diteruskan kepada kepala kampung untuk kesejahteraan kampung.
3. 3. PROSES PELAKSANAAN
Bilamana
seorang gadis berhasil diculik, maka pada malam itu juga dilanjutkan dengan
acara mangan merangkat, yaitu suatu upacara adat yang menyambut kedatangan si
gadis di rumah calon suaminya. Hal ini merupakan upacara peresmian masuknya di
gadis dalam keluarga calon suaminya. Dalam mangan merangkat ini adalah semacam
penyambutan dan perkenalan untuk sang gadis terhadap keluarga calon suaminya.
Acara mangan merangkat ini iawali dengan totok telok yaitu calon mempelai
memecahkan telur bersama-sama pada perangkat (sesajen) yang telah disediakan.
Totok telok adalah lambang kesanggupan calon mempelai untuk hidup dengan
istrinya dalam bahtera rumah tangga.
Baru
kemudian pada pagi harinya, keluarga calon suami sang gadis (dalam hal ini yang
telah menculiknya) akan mendatangi rumah orang tua sang gadis untuk
memberitahukan bahwa anak gadisnya dipersunting oleh anaknya. Peristiwa
datangnya keluarga sang lelaki ini disebut dengan Masejatik atau Nyelabar.
Tujuan utama dari Masejatik adalah media perundingan guna membicarakan
kelajutan upacara-upacara adat perkawinan serta segala sesuatu yang dibutuhkan
dalam perkawinan. Dalam hal ini yang pertama-tama harus diselesaikan adalah
acara akad nikah. Pada waktu akad nikah tersebut orang tua si gadis memberikan
kesaksian di hadapan penghulu desa dan pemuka-pemuka masyarakat serta para
tokoh adat lainnya. Dalam acara ini bilamana orang tua si gadis berhalangan, ia
dapat menunjuk seseorang untuk mewakilinya.
Dan
acara ini berpuncak pada adat perkawinan yang disebut dengan sorong doe, yakni
saat di mana rumah kediaman orang tua si gadis akan kedatangan rombongan dari
keluarga mempelai lelaki. Kedatangan rombongan sorong doe ini disebut nyongkol.
Acara inti dari sorong doe adalah tentang pengajuan dana yang diminta oleh
orang tua sang gadis untuk menyambut para penyongkol yang disebut dengan kepeng
tagih (uang tagihan). Uang tagih lainnya juga berupa kepeng pelengkak yaitu
uang tagih dari kakak laki-laki mempelai wanita yang belum menikah, sedangkan
kalau ada uang kakak permpuan perempuan mempelai wanita yang belum menikah
tidak ada uang tagihannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://arsipbudayanusantara.blogspot.co.id/2013/06/tradisi-kawin-culik-suku-sasak.html